Investment versus Speculation


Apa yang dimaksud dengan investor? Seringkali kita mendefinisikan investor sebagai seseorang yang menginvestasikan uangnya, menunda kesenangan saat ini, untuk mendapatkan jumlah uang yang lebih besar dimasa depan, baik melalui investasi saham, obligasi, reksadana, emas, maupun rental property. Benjamin Graham mengajak kita untuk membedakan investasi dengan spekulasi. "An investment operation is one which, upon thorough analysis promises safety of capital and adequate return. Operations not meeting these requirements are speculative". Disini, ada 3 kata kunci yaitu analisa mendalam, safety of capital, dan return yang wajar.

Yang pertama, analisis mendalam. Penulis dengan percaya diri mengatakan, bahwa 90% praktisi pasar modal melanggar aturan pertama ini. Seringkali orang mengambil keputusan investasi, tanpa mempelajari terlebih dahulu bisnis dibaliknya secara mendalam. Laporan keuangan tidak dibaca, laporan tahunan tidak disentuh, struktur hutang berbunga tidak dipelajari, dan bahkan lebih parahnya masih banyak investor (baca: spekulator) yang membeli sebuah saham tanpa mengetahui operasi bisnis dibaliknya. Anehnya, sebelum memutuskan untuk membeli mesin cuci terbaru, kita akan googling dan mempelajari fitur fitur  mesin cuci tersebut, dan bahkan menunggu saat harga diskon sebelum melakukan pembelian. Pada pasar modal yang terjadi adalah kebalikan. Analisa 10 menit, bilangnya mau investasi 10 tahun, terdengar lucu bukan? Ketika rugi, sang spekulator malah menyalahkan pasar saham dan bukannya refleksi terhadap dirinya sendiri. Saat ini, banyak orang yang membeli BRIS dan ANTM dikarenakan isu. Ya, sekali lagi dikarenakan isu, dan kita harus mengingat track record perusahaan sebelumnya buruk dan meski prospek kedepannya katanya sih lebih cerah, namun underlying business nya tidak mensupport harga sekarang ini. Not a good idea.

Yang kedua, safety of capital. Sebenarnya simple, ketika berinvestasi pada suatu perusahaan berkualitas, semakin rendah PER dan PBV yang kita bayar, maka semakin rendah risiko yang kita tanggung, dan sebaliknya. Selain itu, perusahaan yang membagikan dividen juga bisa dibilang lebih low risk dibanding perusahaan yang tak pernah membagikan dividen. Hal ini dikarenakan, perusahaan yang divaluasi mahal memiliki ekspektasi yang tinggi dan cenderung berada pada suatu industri hot, yang memancing kompetitor. Bila suatu saat industri tersebut pertumbuhannya melambat, maka harganya akan turun drastis. Itulah sebabnya, penulis lebih menyukai industri negative growth (GGRM) dibanding industri spekulasi seperti ANTM, NIKL, KAEF, INAF. 

The Intelligent Investor by Benjamin Graham

Yang ketiga, adequate return. Secara umum, return yang dapat diharapkan secara long term adalah 8-10% berdasarkan waktu dan usaha yang rela kita investasikan untuk mempelajari perusahaan. Angka ini sudah memperhitungkan tahun dimana kita mendapatkan return sangat memuaskan, dan juga tahun lainnya dimana return negative. Bila ada suatu investasi yang menjanjikan return sangat besar dalam waktu singkat secara pasti, maka itu adalah spekulasi, bukan investasi. Ya, meski penulis sendiri meraup return luar biasa tahun ini, itu adalah karena keberuntungan (being in the right place in the right time). Bila anda juga cukup beruntung, kita harus cooling down dan fokus untuk menumbuhkan porto dimasa depan degan ekspektasi wajar.

Sebelum mengakhiri postingan kali ini, mungkin beberapa dari anda bertanya, bagaimana dengan trading? Mengingat kembali definisi kita diatas, trading merupakan suatu spekulasi. Teori castle in the air berfondasi pada menemukan seseorang yang rela membayar lebih untuk barang yang kita miliki, atau singkatnya find a bigger idiot. Logikanya begini, bila seseorang mengklaim memiliki strategi trading dengan akurasi 80% profit, baik itu melihat rasi bintang maupun robo trading, mengapa orang tersebut tidak menjual produknya pada big funds, melainkan menjual membership pada anda? Bila benar strateginya sangat mahir, mereka dapat meraup triliunan dengan bekerja sama dengan institusi, namun kenyataannya tidak bukan? Karena itu, kita harus memiliki common sense dalam berinvestasi (atau spekulasi). Namun, member tersebut cenderung akan keras kepala dan biasa sadarnya ketika porto mereka sudah tergurus habis, barulah bertobat. Ya, itulah sifat dasar manusia, selalu merasa paling benar dan ingin sesuatu yang mudah dan juga instan. Sekian untuk artikel ini, dan kembali penulis mengingatkan kita untuk menjadi intelligent investor. Bila anda ada waktu, bisa coba membaca buku "The Intelligent Investor", very very insightful. 

Salam cuan, 
Filbert









Comments

Popular posts from this blog

Principles for Investing

Pengalaman Jatuh Bangun 2023

6 Types of Company (Value Investing: Lesson 1)