Saya Masuk ICBP!!! Berikut Alasannya

Bila anda merupakan pengunjung setia blog ini, tentu anda tau kalau penulis kurang tertarik dengan company besar. Valuasi yang cenderung tidak menarik, disertai dengan potensi growth yang limited tentu bukan sesuatu yang saya minati. Namun minggu ini saya ada masuk ke ICBP di harga 7.300/ lembar, dimana harga tersebut cukup rendah bila dibandingkan harganya yang sempat diatas 12.000 dua tahun yang lalu. Dari segi valuasi, PER saat ini (13,3x) bisa dikatakan murah mengingat perusahaan memiliki brand sangat kuat setara Aqua dan BBCA dan masih memiliki room to grow yang menjadikan PER wajarnya di angka 20x, dan harga wajarnya dikisaran 11.000/ lembar. Lantas apa yang membuat ICBP terdiskon oleh market, dan apakah sekarang saat yang tepat untuk masuk? Berikut ulasannya.

PT Indofood CBP adalah anak usaha dari PT Indofood Sukses Makmur (INDF). Bedanya, lini bisnis INDF lebih terdiversifikasi karena terdiri dari ICBP itu sendiri, CPO (LSIP dan SIMP), Bogasari, dan bisnis distribusi. Disisi lain ICBP sendiri lebih terkonsentrasi pada mie instan dan dairy. Bila kita menanyakan alasan investor berinvestasi pada ICBP, tentu mayoritas akan menjawab dikarenakan brand Indomie yang kuat. Dan karena alasan serupa, penulis sendiri juga lebih tertarik pada ICBP. Belum lagi ROE ICBP yang konsisten diatas 20%, mengindikasikan profitabilitas perusahaan yang superior.

Sebagai salah satu produsen mie instan terbesar di dunia, dengan 80 pabrik yang tersebar di seluruh dunia dan jaringan distribusi menuju lebih dari 100 negara, tentu ICBP layak disebut sebagai wonderful company. Belum lagi manajemen perusahaan yang cekatan dalam melihat opportunity. Ketika ICBP telah sukses mendominasi pasar dalam negeri, dimana konsumsi mie instan masyarakat juga sudah tinggi (sehingga tidak banyak ruang untuk ekspansi), manajemen memutuskan untuk mengakuisisi Pinehill Corpora Limited (PCL) yang merupakan produsen dan distributor Indomie di Afrika, Timur Tengah, dan Eropa Tenggara. Hal tersebut membuka market baru untuk dieksplorasi, dimana masyarakat negara tersebut berjumlah lebih dari 800 juta. Tentu bila ICBP bisa mengcapture opportunity ini, tidaklah mustahil bila pada tahun 2030 laba ICBP melonjak 3x dibanding labanya saat ini. 

Lucunya ketika berita tersebut diumumkan, saham ICBP malah ARB 2 hari berturut-turut. Aneh bukan? Hal tersebut terjadi dikarenakan harga akuisisinya yang tergolong mahal, yakni senilai 43T (setara dengan Forward PER 23x). Ditambah fakta kalau Pinehill merupakan milik Anthony Salim, yang memunculkan rumor akuisisi tersebut sengaja dilakukan di harga premium untuk memindahkan uang ke kantong pribadi owner. Diluar dari itu yang pasti ICBP sekarang harus menanggung hutang besar dan beban bunga yang cukup berat, senilai 2T setiap tahunnya. Hal tersebut merupakan alasan pertama harga sahamnya agak tertekan 2 tahun terakhir.

Alasan kedua, yang baru terjadi diawal Maret 2022 adalah terjadinya perang Rusia dan Ukraina. Kedua negara tersebut menyumbang 25% dari ekspor gandum global. Adanya supply disruption ini mengakibatkan harga gandum, yang sudah naik banyak pada tahun 2021, naik semakin tinggi lagi. Dan gandum ini merupakan bahan baku tepung, tepung merupakan bahan baku mie instan yang berarti beban produksi ICBP akan naik signifikan. Karena kedua alasan diatas harga saham ICBP terus mengalami tekanan.

Dan sampailah kita disini, ICBP dihargai 7.300/ lembar yang membuat penulis mulai meliriknya. Penulis jadi teringat nasihat Warren Buffet, "The best thing that happens to us is when a great company gets into temporary trouble... We want to buy them when they're on the operating table." Kata kunci disini adalah temporary, dimana penulis cukup yakin kedua masalah diatas tidak akan menjadi masalah 2 tahun kemudian (namun biasa sahamnya sudah naik duluan ketika ada tanda perbaikan). Pertama, meskipun akuisisi Pinehill dilakukan di harga mahal namun kontribusinya pun juga signifikan. Untuk tahun 2021 Pinehill memiliki laba bersih 2 T, setara dengan beban bunga yang harus dibayarkan oleh ICBP. Namun apakah laba Pinehill ini akan stagnan di tahun mendatang? Bila kita mengasumsikan growth 20% (sangat mungkin), maka 5 tahun kemudian kontribusi Pinehill sendiri sudah 5T. Sedangkan beban bunganya? Fix di angka 2T karena merupakan obligasi jangka panjang (10 dan 30 tahun) dan ratenya sudah dikunci di angka rendah. Kedua, brand Indomie yang kuat dan harganya yang masih sangat murah (100.000/ dus) memungkinkan perusahaan men pass on kenaikan harga gandum ke customer. Misal saat lebaran nanti harganya naik jadi 110.000/ dus, penulis cukup yakin anda tidak keberatan. Selain itu perlu diingat kalau soft commodities seperti gandum harganya akan lebih cepat untuk normalize. Dan sebutlah bila tahun depan harga gandum sudah normal, apakah harga indomie yang sudah keburu naik akan turun? Tentu tidak, malah kemungkinan akan naik lagi. Dan Voila, pada saat itu EPS ICBP bisa tembus 800. 

Sebagai kesimpulan, bila PBID (Prospek Saham PBID) yang merupakan market leader plastik saja bisa pass on (sudah naik dari 8.000 diawal tahun menjadi 9.500 diakhir Maret), apalagi ICBP? Memang itulah serunya pasar modal, over reaction dari market bisa menawarkan kita opportunity menarik seperti ini, dan tugas kita hanyalah mengerjakan PR, take action, lalu tinggal tidur (dan berdoa bersama). Sekian dan terima kasih.

Salam Cuan,
Filbert

Comments

  1. Mengapa tidak memilih INDF bro dibanding ICBP? Kan INDF memiliki saham ICBP 80% dengan valuasi PER dan PBV jauh lebih murah dibanding ICBP bro...

    ReplyDelete
  2. Sebetulnya pilih ICBP maupun INDF hasilnya akan sama saja (pergerakan mereka sangat berkorelasi). Secara valuasi INDF memang lebih murah dibanding 80% market cap ICBP, dan awalnya saya pikir lebih enak invest di holding (induknya). Namun ada yang namanya conglomerate discount (bisa digoogle) sehingga market cenderung menvaluasi INDF lebih inferior, bisa dilihat melalui PE band mereka berdua (aplikasi stockbit di bagian financials). Dan kinerja serta profitabilitas ICBP lebih stabil karena tidak ada Bogasari dan sektor CPO nya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Principles for Investing

Pengalaman Jatuh Bangun 2023

6 Types of Company (Value Investing: Lesson 1)