Diversification vs. Concentrated Portfolio
Mau kaya kok diversifikasi? Percayalah, terlihat sederhana namun bila anda pahami dan praktekan, akam berbuah emas. Saya sendiri teringat sejak kecil diajarkan diversifikasi, don't put all your eggs in one basket. Secara logic masuk akal bukan? Yep, alhasil sejak awal saya menjadi investor, setelah tobat dari sebelumnya trader (aslinya si spekulator), saya memegang erat prinsip tersebut. Dari porto saya nilainya kecil saya selalu bagi ke setidaknya 5 saham, dan seiring bertumbuh aset saya, saya bagi ke 8-12 saham. Prinsip ini juga yang diajarkan oleh bapak TH (beliau dewa sekali dan saya ngefans dengannya, semoga one day bisa makan sate bareng).
Prinsipnya sederhana:
1. Beli 8-12 saham dengan alokasi minimal 5% dan maksimal 20%.
2. Suatu sektor maksimal 40% porto, kecuali anda yakin sekali dan momentum sedang mendukung.
3. Porsi cash disesuaikan kondisi pasar. Bila IHSG sudah 7000+, sediakan 10-20% cash. Ya begitu lah kira kira ya.
Apakah saya terapkan? Yes, tapi dulu. Loh sekarang bagaimana Pak Filbert? Saya langgar semuanya dan ternyata itu right decision, by far malah hehe. Tentu ada alasannya.
Porsi minimal 5% di suatu saham makes sense. Kalau ga cuma icip icip, dan gain/loss nya kurang berkontribusi ke porto, so mending gausah sekalian. Porsi maksimal 20% itu yang kurang makes sense. Alasannya adalah agar tidak bias dan stay objective. Kok agak gak masuk akal ya, bukannya kalau ada 1 golden opportunity harusnya kita timbuk besar ya? Dulu saya gitu di GGRM, taruh 30%, namun sell setelah investment thesis berubah (Sri Mulyani mengeluarkan RAPBN dan cukai ya mau dinaikin). Next saya timbuk kapan? Ya di SMDR. 945 masuk, 1700 masuk, 2180 masuk lagi banyak. Apakah masuk akal bila saya harus sell sebagian for the sake of rebalancing? Saya rasa tidak, saya sell ya bila ada opportunity lebih sexy di sebelah, bodo amet posisi loss or gain.
Lalu 8-12 saham baguskah? Saya rasa bila tujuan kita untuk get rich (bukan stay rich), yaa bila bisa keep di maksimal 5 saham itu lebih baik. Dengan gitu anda akan take your investment thesis seriously dan lebih serius follow the news.
Cash? Nah ini menarik. I never keep cash in my account, always 100% in stocks. Tapi ini saya malah ga recommend, karena saya sudah mencapai tahap dimana saham turun atau naik, comment saya cuma "ohh gitu", lalu balik nonton basket (doain team saya Celtics menang ya). Saham ini pure uang dingin, dan active income saya jauh melebihi pengeluaran saya (lifestyle saya hemat). Idealnya gimana terkait cash? Beda beda tiap orang. Anda harus terapkan sendiri untuk tau sweet spotnya.
Lalu kalau pasar turun gimana? Honestly, ya artinya bukan rejeki saya haha. Karena logicnya simple, dan saya yakin anda juga setuju. Bila saya misal beli ABMM di 1500, mau perjalanan dia entah naik atau turun, itu bodo amet kan? Yang penting apa? Pas exit kita di posisi yang bagus. Gimana caranya? Ya kalau LK mengkilat, sahamnya akan mengikuti toh? Makanya saya masuk kembali di BSSR kemarin (3700), make sure saya masuk sebelum Q2 rilis. Why? Saya cukup optimis Q2 dia akan bagus, ya let's say di 1,4T labanya dan bila itu terjadi PER nya langsung turun ke 2 koma, ROE nya terbang dan ketika itu diharapkan market apresiasi sahamnya.
Bila teman teman dapat harga di 3500, ya itu rejeki anda. Saya pribadi punya prinsip, bila saham itu murah dan sexy, ya saya akan masuk pada saat itu juga, tidak perlu tunggu makin turun. Lah iya kalau dia turun, kalau dia malah terbang gimana? ABMM banyak yg jual di 2600, mau masuk lagi di 2200. Malah ketinggalan kereta kan? Intinya timing the market is impossible, eventually anda akan menyadari hal ini. Dan kembali apa hal bijak yang bisa kita lakukan? Bila murah, ya beli, lalu tinggal tunggu LK keluar de.
Untuk penutup saat ini saya pegang 5 saham yaitu SMDR, Coal (ITMG, MBAP, BSSR), INDR. Low Risk High Gain kalau dimata saya sih, asal masuknya di harga yang tepat. Semoga bermanfaat.
Salam Cuan,
Filbert
Nice article! Next time mungkin bisa share tentang cara menemukan investment thesis? Thanks!
ReplyDelete