Peluang Profit dari Sektor CPO (Lesson 5: Case Study SGRO)
Anda sedang membaca artikel kelima dari seri "Peluang Profit dari Sektor CPO". Untuk mengakses artikel lainnya, anda bisa klik link dibawah ini:
Bila anda mendengar nama Sampoerna, apa yang terlintas pada pikiran anda? Kebanyakan orang akan langsung teringat dengan HMSP, padahal perusahaan tersebut bukan lagi milik keluarga Sampoerna, semenjak dilepas ke Philip Morris pada tahun 2005 dengan nilai transaksi $5,2 Miliar. Dana tersebut kemudian di investasikan ke berbagai usaha, salah satunya perkebunan melalui PT. Sampoerna Agro (SGRO). SGRO ini kurang ramai dibicarakan karena sahamnya yang kurang likuid dan kinerjanya yang mengecewakan dalam beberapa tahun terakhir. Lalu 2021 tiba dan perusahan tiba tiba turnaround dan membukukan kinerja bagus 3 kuartal berturut dengan ROE 16%. Akibatnya harga sahamnya yang diperdagangkan 1990/ lembar saat ini sekilas terlihat murah dengan PER 5,53x dan PBV 0,91x. Ketika dihadapkan dengan kondisi seperti ini, pertanyaannya adalah apakah kinerja cemerlang ini dapat sustainable pada masa mendatang? Untuk menjawab pertanyaan berikut mari kita pelajari perusahaan lebih dalam.
SGRO memiliki lahan perkebunan sawit seluas 135 ribu Ha yang terletak di Sumatera dan Kalimantan. Secara kepemilikan, perusahaan memiliki 84 ribu Ha lahan inti dan sisanya merupakan lahan plasma hasil kerja sama dengan warga setempat. Berbeda dengan perusahaan kelapa sawit lainnya yang tanaman mudanya hanya sedikit, profil perkebunan sawit SGRO tergolong lebih muda. Tanaman perusahaan terbagi menjadi <4 tahun (7%), 4-7 tahun (16%), 8-19 tahun (40%), dan >20 tahun (37%). Secara keseluruhan umur rata rata tanaman sawit perusahaan adalah 16 tahun, sedangkan untuk lahan inti umur rata ratanya adalah 14 tahun. Perusahaan juga terus melakukan ekspansi melalui ekspansi lahan inti untuk meningkatkan profitabilitas.
Dari segi kinerja, 95% pendapatan perusahaan disumbang dari CPO dan Kernel. Pada tahun 1H21 perusahaan menghasilkan 607 ribu ton TBS dan melakukan pembelian eksternal 362 ribu ton, yang kemudian diolah menjadi 208 ribu ton CPO dan 48 ribu ton Kernel. Produktivitas perusahaan meningkat lebih dari 30% dibandingkan tahun lalu, setelah sebelumnya mengalami penurunan 10% dibandingkan tahun 2019 dikarenakan faktor cuaca. Peningkatan produktivitas terjadi seiring dengan meningkatnya ASP menjadi 10.290 di tahun 2021. Alhasil perusahaan membukukan rekor laba sebesar 510M pada 3Q21, yang setara dengan ROE 16%.
Sekarang pertanyaannya adalah apakah kedepannya perusahaan dapat mempertahankan kinerja seperti di tahun 2021? Terkait ekspansi ke downstream (biodiesel), manajemen perseroan menilai SGRO belum perlu segera untuk ekspansi ke downstream dikarenakan alasan economic of scale dari kapasitas produksi. Jadi sekarang pertanyaan lebih tepatnya adalah apakah dalam 2 atau 3 tahun kedepan harga CPO dapat stabil diatas 3500, karena hal tersebutlah yang berkorelasi langsung terhadap kinerja perusahaan. Penulis sendiri termasuk cukup optimis akan hal tersebut dan menilai harga wajar SGRO berada di kisaran 2800-3000.
Sebagai kesimpulan, pada 5 artikel terakhir kita telah membahas mengenai istilah yang perlu diketahui pada sektor CPO serta membedah 3 emiten yaitu AALI, LSIP, dan SGRO. AALI bisa dibilang superior bibitnya, dilihat dari TBS yang diatas perusahaan lain, sayangnya kurang menarik kinerja dan valuasinya. LSIP yang berada dibawah grup Indofood lumayan menarik secara kinerja dan valuasinya. Terakhir SGRO yang saat ini lumayan undervalue juga dapat dipertimbangkan untuk dikoleksi, meski sayangnya sahamnya tergolong kurang likuid. Lantas bila penulis disuruh pilih 1, apakah yang akan saya pilih? Favorit saya disektor CPO adalah TBLA dikarenakan perusahaan bisnisnya terdiversifikasi menjadi minyak goreng, biodiesel, dan gula serta memiliki story yang menarik. TBLA sendiri sempat penulis bahas pada seri pembelajaran value investing. Ini merupakan akhir dari seri “Peluang Profit dari Sektor CPO”, semoga ilmu yang didapatkan dapat bermanfaat dan sampai jumpa pada kesempatan berikutnya.
Salam Cuan,
Filbert
Comments
Post a Comment