Metode Valuasi Net-Net dan Case Study ADMG (Value Investing: Lesson 6)
Anda sedang membaca artikel keenam dari seri "Value Investing". Untuk mengakses artikel lainnya, anda bisa klik link dibawah ini:
Bila pada kesempatan sebelumnya kita mempelajari valuasi saham yang bertumbuh, kali ini penulis akan membagikan mengenai cara valuasi company jelek. Ya, anda tidak salah baca. Company jelek yang dimaksud disini adalah company yang konsisten membukukan kerugian atau yang biasa disebut Turnaround (TA). Namun, kita hanya akan melirik mereka bila perusahaan memiliki valuasi yang sangat murah, memiliki hutang yang rendah, dan nilai plus bila perusahaan memiliki katalis untuk merubah dirinya dari rugi menjadi untung.
PT. Polychem Indonesia Tbk (ADMG) bergerak dalam pembuatan chip poliester, filamen poliester, engineering plastic, resin teknik, etilen glikol, serat stapel poliester dan petrokimia dan untuk terlibat dalam pembuatan rajutan, tenun dan tekstil. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1990 dan sekarang memiliki kapasitas produksi 129.600 ton Polyester per tahun. Sayangnya, perusahaan berada pada declining industry dimana penjualan yang dibukukan konsisten mengalami penurunan dan juga perusahaan selalu menderita kerugian dalam 5 tahun terakhir. Dibalik fakta negatif tersebut, ADMG ternyata memiliki 3 hal yang positif. Pertama, perusahaan saat ini diperdagangkan apda harga 220/ lembar yang berarti PBV nya hanya 0,35x saja. Kedua, perusahaan memiliki hutang ($38 juta) yang rendah, bila dibandingkan dengan ekuitasnya ($170 juta). Terakhir, dari segi cash flow, perusahaan berhasil membukukan operating cash flow (OCF) positif hampir setiap tahunnya dalam 5 tahun terakhir, pengecualian untuk tahun 2020 itupun hanya minus sedikit saja. Tanpa berlama lama, berikut adalah langkah dalam melakukan valuasi ADMG:
1. Menghitung Modified Working Capital dengan Recovery Rate
Perusahaan kategori TA bisa dibilang memiliki fundamental yang kurang baik, sehingga kita perlu ekstra pelit dalam melakukan valuasi (menginginkan Margin of Safety yang besar). Kita akan menerapkan recovery rate, yaitu seberapa besar dari nilai suatu aset yang kita asumsikan bisa diperoleh bilamana perusahaan sedang terkena masalah dan harus melikuidasi asetnya dalam waktu yang singkat. Oleh karenanya, kita hanya akan memperhitungkan 5 aset, yaitu 100% kas, 100% investasi, 75% piutang usaha, 50% persediaan, dan 50% tanah. Kita akan mengabaikan aset lainnya seakan akan mereka bernilai 0. Jumlah dari angka tersebut akan kita sebut sebagai Modified Working Capital. Pada LK Q1 2021 (disajikan dalam US $), perusahaan memiliki kas 14,6 juta, investasi 8,9 juta, piutang usaha 16,7 juta, persediaan 33,3 juta, dan tanah 65,1 juta. Dari angka diatas, kita bisa mendapatkan MWC= 14,6+ 8,9+ 16,7 x 75%+ 33,3 x 50%+ 65,1 x 50%= 85,2 juta. Sebagai catatan, pada akuntansi aset dicatat berdasarkan biaya perolehannya sehingga nilai tanah sebesar 65,1 juta tersebut merupakan harga perolehan pada tahun 2010, dimana saat ini tanah tersebut seharusnya bernilai berkali lipat dari yang tercantum pada laporan keuangan. Hal tersebut menunjukan seberapa hati-hatinya kita dalam mendiskon aset perusahaan mengingat perusahaan turnaround memiliki peluang yang kecil dalam membalikan kinerja menjadi positif.
2. Mengurangi Total Liabilitas dari MWC dan Finishing
Pada langkah selanjutnya kita akan mengurangkan total liabilitas sebesar 37,7 juta dari MWC, sehingga diperoleh 47,5 juta yang merupakan kekayaan pemegang saham. Perusahaan memiliki 3,89 miliar lembar saham beredar dan kita akan menggunakan asumsi kurs 14.400 per USD sehingga bisa disimpulkan value per share sebesar 47,5 juta x 14.400/3,89 miliar= Rp. 176/ lembar. Artinya, bila ADMG diperdagangkan pada harga dibawah 176, risiko yang kita hadapi sangatlah minim mengingat kita hanya menvaluasi 5 aset diatas dan menganggap aset sisanya tak bernilai, dan bahkan kita diskonkan lagi dengan recovery rate. Angka tersebutlah yang merupakan best buy untuk ADMG.
Lucunya, pada bulan Oktober 2020 ADMG sempat dihargai pada harga 120, dimana hal tersebut berarti misalnya perusahaan yang selama ini terus rugi dan memutuskan ingin menghentikan operasi bisnisnya dan melikuidasi semua asetnya, maka para pemegang saham bukannya dirugikan, malah diuntungkan dikarenakan net asset value yang melebihi harga sahamnya. Dan memang betul, ADMG naik hingga mencapai posisi 260 an dalam 3 bulan sebelum akhirnya cooling down dan berada pada posisi 220 saat ini. Penulis sendiri kurang tertarik dengan perusahaan seperti ADMG dan lebih prefer berinvestasi pada company jenis Stalwarts dan Fast Growers dikarenakan prospek masa depan yang terus bertumbuh dan cerah, atau pada Cyclical yang menawarkan potensi profit maksimal asalkan kita masuk pada saat yang tepat. Tapi semua itu kembali pada kepribadian dan preferensi anda masing masing dan memang untuk menemukan style investasi yang cocok buat kita dibutuhkan waktu dan sedikit trial and error. Sekian untuk hari ini, semoga bisa menambah wawasan anda, dan sukses selalu.
Salam Cuan,
Filbert
Comments
Post a Comment