When to Sell & Money Management (Value Investing: Lesson 9-Final)

Anda sedang membaca artikel kesembilan dan terakhir dari seri "Value Investing". Untuk mengakses artikel lainnya, anda bisa klik link dibawah ini:

-Lesson 1: 6 Types of Company (Part 1)
-Lesson 2: 6 Types of Company (Part 2)
-Lesson 3: Financial Check Up
-Lesson 4: Metode Valuasi PER (Case Study TOTL)
-Lesson 5: Metode Valuasi PER (Case Study MTDL)
-Lesson 6: Metode Valuasi Net-Net (Case Study ADMG)
-Lesson 7: Metode Valuasi Asset Plays (Case Study BSDE)
-Lesson 8: Cyclical Opportunity (Case Study TBLA)
-Lesson 9: When to Sell & Money Management


Setelah mempelajari cara mengkategorikan perusahaan berdasarkan karakteristiknya melalui lesson 1 dan 2, belajar financial checkup pada lesson 3, serta melakukan case study valuasi di lesson 4 sampai 8, maka penulis bisa katakan anda telah memiliki fondasi yang kuat untuk menjadi investor yang bijak dan berhasil di pasar modal. Anda sudah bisa membedakan perusahaan yang bagus dan buruk, serta menentukan harga wajar sebuah saham sehingga anda bisa masuk ketika saham sedang terdiskon. Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas lebih dalam mengenai Buy, Hold, dan Sell.


Kapan Beli Saham?

Yang pertama adalah buy. 1) Belilah saham yang jelas jelas bagus ketika harganya turun dan valuasinya sudah murah (contohnya ASII di 5200 dan BBNI di 5000), , dimana selama fundamentalnya tetap oke maka eventually dia akan naik kembali, atau 2) beli saham yang sejak awal sudah murah, ketika laporan keuangan terbarunya menunjukan perbaikan atau ada prospek valid yang cerah (contohnya  BSDE di 900). Anda dapat menghitung harga wajar menggunakan metode yang telah diajarkan pada lesson 4-8. Sebagai rule of thumb, penulis akan mulai tertarik pada sebuah saham yang telah terdiskon setidaknya 35% dari harga wajarnya. Diluar itu bisa dibilang sale yang berlangsung biasa saja dan kurang menarik. Selanjutnya, anda tinggal tunggu saja hingga saat yang tepat untuk sell.


Lalu Kapan Jualnya?

Untuk menentukan kapan saat yang tepat untuk sell, mari kita gunakan analogi itik. Andaikan anda memiliki itik yang setiap minggunya bertelur emas, kapan saat yang bijak untuk menjual itik anda? Yang pertama adalah ketika itik anda ditawar dengan harga tinggi, yaitu sama seperti ketika saham yang anda beli diharga diskon tersebut telah menyentuh (atau bahkan melebihi) harga wajarnya. Penulis sendiri selalu menjual keseluruhan suatu saham ketika target harga wajar telah tercapai. Yang kedua adalah bila anda menemukan itik bertelur berlian, namun jumlah itik yang bisa anda pelihara terbatas. Hal tersebut sama seperti dana kita yang terbatas dimana penulis sendiri sering melakukan switching antar saham, yaitu menjual suatu saham yang kinerjanya kurang bagus dan mengalihkan dananya ke saham lain yang lebih menarik. Yang ketiga adalah ketika itik kita mulai sakit sakitan, ditandai dengan laba yang mengalami penurunan cukup signifikan atau financial checkup yang semakin memburuk bila dibandingkan dengan kuartal dan tahun sebelumnya. Sebagai contoh penulis memutuskan untuk cut loss di GGRM sekitar 2 minggu lalu, yang merupakan saham kesayangan penulis dikarenakan kinerja Q2 2021 yang sangat terbebani cukai, ditambah dengan rencana pemerintah untuk kembali menaikan cukai rokok tahun depan yang bisa dilihat melalui RAPBN 2022. 


Invest in bad times, sell in good times, and you will get rich

Money Management dalam Investasi Saham

Dalam berinvestasi, money management adalah cara agar tidak kehabisan modal saat investasi saham. Sebagai dasar ingat kalau uang yang diinvestasikan haruslah merupakan uang dingin (uang nganggur), yaitu uang yang bukan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Penulis sendiri suka mengkategorikan orang menjadi 2 tipe yaitu tipikal pekerja kantoran dan tipikal pengusaha. Tipikal pekerja kantoran cenderung memiliki penghasilan bulanan yang tepat (penulis sendiri termasuk kategori ini), sehingga bisa melakukan top up saham secara berkala setiap bulannya dengan nominal tetap. Bila anda termasuk tipe 1, anda boleh membelanjakan dana anda secara keseluruhan pada saham yang bagus dan murah setiap bulannya. Penulis sendiri, terinspirasi oleh sang investor legendaris Peter Lynch, selalu memegang posisi 100% stocks dan melakukan rotasi antar saham ketika diperlukan. Metode ini memungkinkan anda untuk menambah posisi di saham yang harganya sedang terkoreksi setiap bulannya. 


Tipe orang yang kedua adalah tipikal pengusaha yang income tiap bulannya tidak menetap. Untuk orang tipe kedua, saran saya adalah jangan membelanjakan dana full power di saham, dikarenakan ada risiko ketika harga saham mengalami penurunan namun pada saat yang bersamaan usaha kita sedang kesulitan sehingga kita tidak memiliki dana untuk melakukan pembelian diharga bawah tersebut. Sebut saja ketika terjadi crash Maret 2020 dan pemerintah memberlakukan PSBB ketat, dimana banyak sekali usaha yang terkena dampak. Alangkah lebih baik bila hanya 70% dari porsi dana investasi saja yang di top up tiap bulan, dan sisanya diinvestasikan pada deposito atau reksadana pendapatan tetap. Sisa dana 30% tersebut boleh saja digunakan ketika dibulan yang sama harga saham mengalami penurunan. Misalnya apabila harga sudah turun 10-20% dari harga pembelian awal. Dengan begitu, kita akan bisa melakukan average down ketika harga mengalami koreksi.


Sekian artikel untuk hari ini. Artikel ini merupakan artikel terakhir dari seri belajar value investing 1.  Pada kesempatan berikutnya, penulis akan membahas secara mendalam mengenai emiten properti dan peluang profit yang tentunya sangat menarik. Stay foolish, stay hungry, dan seiring waktu berjalan kita akan bertumbuh menjadi investor yang semakin hebat.


Salam Cuan,

Filbert

Comments

Popular posts from this blog

Principles for Investing

Pengalaman Jatuh Bangun 2023

6 Types of Company (Value Investing: Lesson 1)